Mengenang Gus Dur,
Gus Dur adalah seorang cendekia, seorang ulama, seorang humanis,
seorang humoris, seorang yang berani menentang arus, seorang sahabat
maupun lawan yang terhormat. Dan seorang yang cerdas !
Dia berani mengambil sikap dalam pikiran, pandangannya maupun tindakan
yang diyakini bahwa itu benar meskipun menentang arus masyarakat umum.
Salah satu yang dicatat masyarakat luas adalah permintaan maafnya
kepada korban 65 atas pembantaian yang dilakukan oleh massa banser
pada tahun 1965/1966. Itulah suatu sikap yang oleh sebagian korban
1965 diterima sebagai sikap seorang pemimpin besar, berjiwa besar.
Tidak ada suatu lembaga negara manapun maupun sosok pribadi pemimpin
golongan manapun di negeri ini, selain Gus Dur dan Nahdlatul Ulamanya
yang berani meminta maaf secara terbuka kepada korban 1965 atas
tragedi kemanusiaan yang telah merenggut nyawa hampir 3 juta jiwa
melayang.
Banyak lagi keberanian beliau juga dalam melakukan reformasi ditubuh
pemerintahan semasa beliau menjadi presiden RI setelah rejim Soeharto
terguling. Juga keberanian beliau mengkritisi anggota DPR dengan
mengatakan “anggota DPR kok seperti taman kanak-kanak” ditengah
situasi masih maraknya iklim “kong-kalikong” antara anggota Dewan dan
birokrat pemerintah pada periode order baru sebelumnya.
Banyak yang bisa diambil pelajaran dari sosok Gusdur. Sikap yang
sungguh sangat terbuka dalam beda pendapat ditujukkan sewaktu beliau
berujar kepada saya dalam kesempatan saya berkunjung ke kantor beliau
beberapa tahun yang lalu. ” Bung tujuan perjuangan anda dan saya itu
sama hanya saja lingkungan anda dan lingkungan saya berbeda, sehingga
cara yang anda tempuh dan cara yang saya tempuh juga akan berbeda”.
Itulah Gusdur, bapak dan guru saya.
Selamat jalan Gus ! Semoga pencerahan anda akan membawa terang di bumi pertiwi.
“Semoga Tuhan akan menerima amal perbuatannya semasa hidup dan
mengampuni segala dosa-dosanya semasa hidupnya, dan semoga keluarga
yang ditinggalkan dapat melanjutkan perjuangan Gusdur yang belum
selesai”
Amien!
Prasetyo